PERKEMBANGAN AGAMA BUDDHA DAN HINDU DI NUSANTARA


PERKEMBANGAN AGAMA BUDDHA DAN HINDU DI NUSANTARA
     I.     Pendahuluan
Perkembangan agama baik Hindu dan Buddha di Indonesia sangat pesat hal ini dapat dilihat dari sejarah kerajaan-kerajaan yang menganut dua agama tersebut. Di Indonesia pada zaman dahulu banyak berdiri kerajaan-kerajaan besar dan menjadi bukti sejarah di Indonesia dengan hasil peninggalan-peninggalan yang dibuat oleh setiap kerajaan. Salah satu dari sekian banyak kerajaan besar di Indonesia adalah Kerajaan Mataram Kuno, seperti kerajaan-kerajaan yang lain kerajaan Mataram juga mempunyai bukti sejarah berupa candi-candi dan prasasti yang sampai saat ini dapat kita lihat. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis akan membahas tentang Perkembangan Agama Buddha dan Hindu di Indonesia.

  II.     Pembahasan
A.  Kerajaan mataram kuno
Kerajaan Mataram Kuno (abad ke-8) adalah kerajaan Hindu di Jawa (Jawa Tengah dan Jawa Timur). Berdasarkan catatan yang terdapat pada prasasti yang ditemukan Kerajaan Mataram Kuno bermula sejak pemerintahan Raja Sanjaya yang bergelar Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya. Ia memerintah Kerajaan Mataram Kuno hingga 732 M. Kerajaan Mataram Kuno diperkirakan berdiri sejak awal abad ke-8. Pada awal berdirinya kerajaan ini berpusat di Jawa Tengah akan tetapi pada abad ke-10 pusat Kerajaan Mataram Kuno pindah ke Jawa Timur. Kerajaan Mataram Kuno mempunyai dua latar belakang keagamaan yang berbeda, yakni agama Hindu dan Buddha.
1.    Kerajaan Mataram Kuno Di Jawa Tengah
Kerajaan Mataram Kuno yang berpusat di Jawa Tengah terdiri dari dua wangsa (keluarga), yaitu wangsa Sanjaya dan Syailendra. Pendiri wangsa Sanjaya adalah Raja Sanjaya. Ia menggantikan raja sebelumnya, yakni Raja Sanna. Konon, Raja Sanjaya telah menyelamatkan Kerajaan Mataram Kuno dari kehancuran setelah Raja Sanna wafat setelah Raha Sanjaya wafat, kekuasaan Kerajaan Mataram Kuno dipegang oleh Dapunta Syailendra, pendiri wangsa Syailendra. Para raja keturunan wangsa Sanjaya seperti Sri Maharaja Rakai Panangkaran, Sri Maharaja Rakai Panunggalan, Sri Maharaja Rakai Warak, dan Sri Maharaja Rakai Garung merupakan raja bawahan dari wangsa Syailendra.
 Adanya perlawanan yang dilakukan oleh keturunan Raja Sanjaya, Smaratungga (raja wangsa Syailendra) menyerahkan anak perempuannya, Pramodawardhani, untuk dikawinkan dengan anak Rakai Patapan, yaitu Rakai Pikatan (wangsa Sanjaya). Rakai Pikatan kemudian menduduki tahta Kerajaan Mataram Kuno melihat keadaan ini adik Pramodawarddhani, yaitu Balaputeradewa mengadakan perlawanan namun kalah dalam peperangan. Balaputeradewa kemudian melarikan diri ke Pulau Sumatra dan menjadi raja Sriwijaya. Pada masa Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung Dharmodaya Mahasambu berkuasa terjadi perebutan kekuasaan di antara para pangeran Kerajaan Mataram Kuno. Ketika Sri Maharaja Rakai Sumba Dyah Wawa berkuasa, kerajaan ini berakhir dengan tiba-tiba diduga kehancuran kerajaan ini akibat bencana alam karena letusan Gunung Merapi, Magelang, JawaTengah.
2.    Kerajaan Mataram kuno di Jawa Timur
             Setelah terjadinya bencana alam yang dianggap sebagai peristiwa pralaya, maka sesuai dengan landasan kosmologis harus dibangun kerajaan baru dengan wangsa yang baru pula. Pada abad ke-10, cucu Sri Maharaja Daksa, Mpu Sendok membangun kembali kerajaan ini di Watugaluh (wilayah antara Gunung Semeru dan Gunung Wilis), Jawa Timur. Mpu Sendok naik tahta kerajaan pada tahun 929 dan berkuasa hingga 948. Kerajaan yang didirikan Mpu Sendok ini tetap bernama Mataram dengan demikian Mpu Sindok dianggap sebagai cikal bakal wangsa baru, yaitu wangsa Isana.
3.    Kehidupan Politik Mataram Kuno
Keadaan politik kerajaan mataram sulit diketahui pada saat itu tetapi berdasarkan cerita yang terdapat dalam “Cerita Parahyangan” Sanjaya banyak mengadakan peperangan dengan karajaan-kerajaan sekitarnya untuk meluaskan daerahnya seperti merampas sriwijaya, bahkan sampai Kemir di Birma dan ke arah Timur hingga Bali. Pada mulanya yang berkuasa di Mataram adalah Dinasti Sanjaya. Bukti adanya kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah dapat diketahui dari Prasasti Canggal yang ditemukan di kaki Gunung Wukir, Magelang. Dalam prasasti itu juga disebutkan raja-raja yang pernah memerintah, seperti berikut:
1.      Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya,
2.       Sri Maharaja Rakai Panangkaran.
3.      Sri Maharaja Rakai Panunggalan,
4.       Sri Maharaja Rakai Warak.
5.       Sri Maharaja Rakai Garung.
6.       Sri Maharaja Rakai Pikatan.
7.       Sri Maharaja Rakai Kayuwangi.
8.       Sri Maharaja Rakai Watuhumalang.
9.      Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung.
4.      Kehidupan Sosial Ekonomi Mataram Kuno
Kehidupan ekonomi masyarakat bertumpu pada pertanian. Pada masa Raja Balitung aktivitas perhubungan dan perdagangan dikembangkan lewat Sungai Bengawan Solo. Pada Prasasti Wonogiri (903) disebutkan bahwa desa-desa yang terletak di kanan-kiri sungai dibebaskan dari pajak dengan catatan harus menjamin kelancaran lalu-lintas lewat sungai tersebut.
5.      Kehidupan Agama dan Kebudayaan Mataram Kuno
Bumi Mataram diperintah oleh Dinasti Sanjaya dan Dinasti Syailendra. Dinasti Sanjaya beragama Hindu dengan pusat kekuasaannya di Utara. Hasil budayanya berupa candi-candi, seperti Gedong Songo dan Kompleks Candi Dieng. Sebaliknya, Dinasti Syailendra beragama Buddha dengan pusat kekuasaannya di daerah Selatan. Hasil budayanya seperti Candi Borobudur, Mendut, dan Pawon. Semula terjadi perebutan kekuasan namun kemudian terjalin persatuan ketika terjadi perkawinan antara Pikatan (Sanjaya) beragama Hindu dengan Pramodhawardhani (Syailendra) beragama Buddha. Sejak itu agama Hindu dan Buddha hidup berdampingan secara damai. Hal ini menunjukkan betapa besar jiwa toleransi bangsa Indonesia. Toleransi ini merupakan salah satu sifat kepribadian bangsa Indonesia yang wajib kita lestarikan agar tercipta kedamaian, ketenteraman dan kesejahteraan.

B.  Dinasti Kerajaan Mataran Kuno
1.    Dinasti Sanjaya
Pendiri wangsa Sanjaya adalah Raja Sanjaya pada abad kedelapan Ia menggantikan raja sebelumnya, yakni Raja Sanna. Konon, Raja Sanjaya telah menyelamatkan Kerajaan Mataram pada abad kedelapan karena dalam piagam disebut “Rake Mataram”. Mataram mula-mula nama daerah kecil yang diperintah oleh Sanjaya, yang kemudian dijadikan nama kerajaan yang didirikan oleh Sanjaya. Di dalam piagam-piagam itu diterangkan bahwa pusat pemerintahan ada di Medang Bhumi Mataram. Keadaan politik kerajaan Mataram sukar diketahui tetapi menurut cerita dalam “Cerita Parahiyangan” Sanjaya banyak mengadakan peperangan dengan kerajaan-kerajaan sekitarnya untuk meluaskan daerahnya. Yang dapat diketahui dengan pasti yaitu nama raja-raja dan beberapa candi. Sanjaya penganut agama Brahma (Hindu). Pengganti sanjaya adalah Prapanca yang beragama Buddha dan mempunyai gelar Rake Panangkaran. Gelar Rake Panangkaran lebih dikenal daripada namanya Prapanca. Raja-raja pengganti Prapanca yaitu Panunggalan, Warak, Garung, Pikatan, Kayuwangi, Qatu, Humalang, Belitung, Daksa, Tulodong dan Wawa.
2.    Dinasti Syailendra.
            Kerajaan Mataram Kuno dipegang oleh Dapunta Syailendra, pendiri wangsa Syailendra. Bukti bahwa mereka keturunan Syailendra terdapat pada piagam yang berhubungan dengan peninggalan candi yaitu candi Kalasan, yang menyebutkan nama “Syailendra Sri Maharaya Dyah Pancapana Rake Panangkaran”.





C.  Candi-Candi Dan Prasasti Peninggalan Mataram Kuno
          Mataram kuno terdiri dari dua Dinasti besar yang masih berhubungan, yaitu dinasti Sanjaya dan dinasti Syailendra. Banyak peninggalan-peninggalan yang bersejarah dari dua kerajaan tersebut. Beberapa candi yang terkenal bercorak Hindu dan Buddha. Bukan hanya candi saja bukti sejarah kerajaan mataram dinasti sanjaya dan dinasti syailendra tetapi  juga bukti-bukti penemuan prasasti.
1.      Candi-Candi Bercorak Hindu
  Peninggalan bangunan suci dari keduanya antara lain ialah Candi Gedong Songo, kompleks Candi Dieng, Candi Siwa, Candi Brahma, Candi Wisnu, Candi Sukuh, Candi Boko dan kompleks Candi Prambanan yang berlatar belakang Hindu.
2.      Candi-Candi Bercorak Buddha
  Adapun yang berlatar belakang agama Buddha antara lain ialah Candi Kalasan, Candi Borobudur, Candi Mendut, Candi Sewu, dan Candi Plaosan, Candi Sojiwan, Candi Pawon, Candi Sari.
3.      Prasasti
a.      Prasasti Canggal dikeluarkan oleh Raja Sanjaya dengan berangka tahun berbentuk Candrasengkala berbunyi Srutiindriyarasa atau tahun 654 Saka 732 M berhuruf Pallawa dan berbahasa Sanskerta. Isi pokok Prasasti Canggal adalah pendirian sebuah lingga di Bukit Stirangga buat keselamatan rakyatnya.
b.      Prasasti Dinoyo di Jawa Timur tahun 706 menyebutkan adanya Raja Gajayana yang mendirikan tempat pemujaan Dewa Agastya (perwujudan Siwa sebagai Mahaguru ) diwujudkan pula dalam bentuk lingga. Di sampimg itu juga didirikan Candi Badut dengan berlanggam candi Jawa Tengah. Prasasti Kalasan tahun 778 M menyebutkan bahwa keluarga Syailendra berhasil membujuk Panangkaran untuk mendirikan bangunan suci buat Dewi Tara (istri Buddha) dan sebuah biara untuk para pendeta. Panangkaran juga menghadiahkan Desa Kalasan kepada sangha.
c.       Prasasti Balitung yang berangka tahun 907 M disebutkan nama keluarga raja-raja keturunan Sanjaya memuat nama Panangkaran. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada waktu itu Dinasti Sanjaya dan Syailendra  sama-sama berperan di Jawa Tengah. Dinasti Sanjaya di bagian utara dengan mendirikan candi Hindu seperti Gedong Sanga di Ungaran, Candi Dieng di DataranTinggi Dieng. Adapun Dinasti Syailendra dibagian selatan dengan mendirikan candi Buddha, seperti Borobudur,  Mendut, dan Kalasan.
d.      Prasasti Kelurak (di daerah Prambanan) tahun 782 disebutkan tentang pembuatan Arca Manjusri sebagai perwujudan Buddha, Dharma, dan Sanggha yang dapat disamakan dengan Brahma, Wisnu, dan Siwa. Mungkin sekali bangunan sucinya ialah Candi Lumbung yang terletak di sebelah utara Prambanan. Raja yang memerintah pada waktu itu ialah Indra. Pengganti Indra yang terkenal ialah Smaratungga yang dalam pemerintahannya mendirikan Candi Borobudur tahun 824.
e.       Prasasti Mantyasih atau Prasasti Kedu yang dibuat oleh Raja Balitung. Prasasti itu menyebutkan bahwa sanjaya adalah raja pertama (Wangsakarta) dengan ibu kota kerajaannya di Medangri Poh Pitu.

 III.  Penutup
A.    Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kerajaan Mataram berada di dua daerah yaitu Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kerajaan Mataram di daerah Jawa Tengah adalah kerajaan Mataram yang pertama kali didirikan sedangkan didaerah Jawa Timur adalah tempat berdirinya kerajaan Mataram yang baru karena Mataram yang ada di Jawa Tengah runtuh terkena bencana alam letusan Gunung Merapi. Kerajaaan mataram kuno terdiri dari dua dinasti besar yaitu Sanjaya dan Syailendra. Dua dinasti tersebut banyak meninggalkan benda-benda bersejarah diantarannya berupa Candi-Candi yang bercorak Hindu dan Buddha serta beberapa Prasasti.
Referensi :
v  http://msmunir.batan.go.id/sejarah_kediri/mataram.html (diakses tanggal 30 okteber 2010).
v  Widya K, Dharma. 1993. Sejarah Perkembangan Agama Buddha II. Jakarta: Direktorat Bimas Hindu Buddha dan Universitas Terbuka.
v  Tim penyusun. 2003. Materi Kuliah Sejarah Perkembangan Agama Buddha. Jakarta: CV. Dewi kayana abadi.
v  Tim penyusun. 2003. Kapita Selekta Agama Buddha. Jakarta: CV. Dewi kayana abadi.

Postingan populer dari blog ini

KLONING MENURUT PANDANGAN AGAMA BUDDHA

TEORI KAUSALITAS BUDDHIS

PERAN UTU NIYAMA DALAM TERJADINYA BENCANA ALAM