Buddhisme dan Politik
Buddhisme dan Politik
A.
Pendahuluan
Awal terbentuknya negara tidak
lepas dari awal terbentuknya suatu komunitas mayarakat. Dalam Aganna sutta, dijelaskan
sebelum terbentuk satu keluarga, manusia hidup sebagai individu yang terpisah-pisah.
Individu-individu bergabung membentuk kesatuan kelauarga. Keluarga-keluarga
yang ada kemudian berkembang menjadi komunitas-komunitas kecil dalam satu suku
dan pada akhirnya membentuk suatu sistem kemasyarakatan yang dinamakan negara.
Di dalam sistem ketatanegaraan,
terdapat seorang pemimpin yang menjadi panutan bagi setiap rakyatnya dan
penggerak roda pemerintahan. Dalam menggerakkan roda pemerintahan, seorang
pemimpin dan pembantu pemerintahan tidak lepas dari pengaruh politik baik untuk
mempertahankan .
Sebagian orang mengatakan
politik adalah kotor. Banyak politikus yang menggunakan akal liciknya untuk
meraih jabatan, kehormatan dan kekayaan. Politikus yang demikian tidak akan
peduli dengan penderitaan orang lain. Hal semacam ini tentunya menimbulkan
sejumlah pertanyaan bagi umat Buddha. Bolehkan umat Buddha berpolitik? Apakah
Buddha merekomendasikan siswa-siswanya untuk terlibat dalam politik?
Berdasarkan latar belakang penulis akan membahas tentang “Buddhisme dan Politk”
B.
Pembahasan
1.
Teori
Munculnya Suatu Negara menurut Agañña sutta (Oliver
Abeynayake)
Agañña sutta merupakan sumber
penelitian tertua dan utama dalam Buddhisme untuk menjelaskan konsep munculnya
suatu negara. Dalam sutta ini dijelaskan bahwa pada awalnya terdapat
makhluk-makhluk di alam Abhassara (Alam Cahaya) yang hidup dan memenuhi
kebutuhan hidupnya dengan kemampuan menciptakan melalui batin (mano maya). Makhluk-makhluk itu hidup dengan tubuh yang bercahaya,
melayang-layang di angkasa, hidup dalam kemagahan dan kesenangan. Dalam jangka waktu yang lama
makhluk abasara terlahir menjadi
manusia.
Makhluk-makhluk yang terlahir
menjadi manusia kemudian bertambah banyak yang mana keterangan dari sutta ini
tidak begitu jelas. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa manusia mengenal sistem
ekonomi, politik, hukum dan sosial. Manusia hidup dari hasil petanian berupa
padi. Manusia bisa mendapatkan padi dengan cara menanamnya diladang yang mana
telah dipetak-petak. Dengan keterangan ini nampak bahwa mereka telah mengenal
sistem kepemilikan. Berikutnya terjadi suatu masalah pencurian atas hasil panen
dan masyarakat kemudian menerapkan sistem hukuman bagi pencuri dengan melempari
pencuri yang tertangkap itu dengan pasir atau bongkahan tanah. Dari konsep
hukuman, lembaga pemerintahan sederhana muncul pemilihan pemimpin masyarakat
yang dipilih menjadi pemimpin (Maha samata) untuk memimpin persidangan.
Munculnya pimpinan ini sebenarnya dari khattiya
(penguasa ladang) dan kemudian lamakelaman muncul konsep raja (pelaksana
prinsip kebenaran).
Proses evolusi itu terus
berproses sampai muncul strata sosial. Strata sosial itu adalah brahmana (orang
yang menyingkirkan perbuatan jahat), jhayanti
(orang yang hidup bertapa dan bersamadhi), ajhayaka (penulis kitab/ahli Veda), vissa (kaum pedagang), sudda
(pemburu). Keempat kasta terakhir berkeinginan menjadi petapa untuk
meninggalkan keduniawian. Selain penjelasan itu, dalam sutta ini komposisi
masyarakat laki-laki dan perempuan hanya dijelaskan sebagai masyarakat
patriarki. Dalam keseluruhan sutta perempuan
hanya disebutkan satu kali dan anak-anak tidak diceritakan. Dalam struktur
masyarakat tidak ditemukan bukti jelas tentang perbedaan ras, tetapi ada
pembedaan terhadap warna kulit, yaitu kulit gelap dan terang. Kemudian tidak
ditemukan pula ada pembedan antara kaya dan miskin. Kesatuan masyarakat hanya
terdiri dari keluarga-keluarga, kesatuan masyarakat terbesar hanya disebut sebagai
desa atau kota. Penjelasan tentang terbentuknya masyarakat dan aturan-aturan
sederhana inilah yang mengawali terbentuknya suatu kesatuan masyarakat besar
yang disebut negara.
Penjelasan
Buddha dalam aganna sutta tentang terbentuknya makhluk-makhluk di Dunia tidak
bisa dikatakan sebagai awal terjadinya penciptaan. Sang Buddha menjelaskan,
bahwa awal pertama (pubbakoti) dari dunia ini (samsara) tidak
teramati (na pannayati). Dari pernyataan itu, penjelasan
pembentukan dalam Aganna sutta lebih tepat dikatakan sebagai eksposisi dari
proses evolusi, bukan awal dari segala sesuatu. Proses evolusi itu dijelaskan
dari terbentuknya makhluk sampai terbentuknya kelompok masyarakat. Terbentuknya
kelompok masyarakat itulah awal dari terbentuknya pemimpin dan struktur
kepengurusan kepemimpinan yang mengatur tatanan kehidupan bermasyarakat.
2.
Buddha dan Sistem Pemerintahan
Monarki
Pada zaman Buddha Gotama, di India kuno terdapat dua
bentuk pemerintahan yaitu
¨ Dua bentuk pemerintahan di India utara kuno→kerajaan
(Kosala, Maghada dan Vatsa) dan republik (Vajji, Malla dll.).
¨ Mahaparinibbana sutta (satu2nya sumber)→Buddha
lebih memuji negara “republik”→sistem permusyawaratan rakyat Vajji dapat
menjaga keutuhan dan kejayaan negara →nasehat ini diberikan kepada raja
Ajatasattu →pd dasarnya sbg tindakan anti perang bukan kecenderungan politik.
¨ tdk seharusnya selalu berpandangan bhw Buddha
memuji sistem republik →Pernyataan Buddha ttg kegagalan penaklukan Raja Ajatasattu
menunjukkan sikap anti perang →supaya Raja mengurungkan penyerangan.
¨ Kejayaan suatu negara (yg dimiliki suku Vajji):
¨ musyawarah untuk mencapai
mufakat.
¨ permusyawaratan-permusyawaratannya untuk misi perdamaian.
¨ Menetapkan hukum baru, dan telah merubah tradisi mereka yang lama atau mereka
meneruskan pelaksanaan peraturan-peraturan lama yang sesuai dengan dhamma.
¨ menunjukkan rasa hormat dan bakti serta menghargai kepada orang yang lebih tua dan mengindahkan nasehat orang yang lebih tua.
¨ melarang dengan keras adanya penculikan atau menahanan wanita-wanita
atau gadis-gadis dari keluarga baik-baik.
¨ Mengormati tempat2 suci dan taat melaksanakan tata
ibadat keagamaan.
¨ Melindungi masyarakat lapisan bawah dan
memberikannya pekerjaan yang layak.
¨ Tidak semua dari 7sikap ini menunjukkan ciri
negara republik tidak berarti
dengan mengajar 7 sikap untuk kesejahteraan, Sang Buddha setuju dengan
sistimrepublik.
¨ Suku Vajji tidak representatif mewakili model
negara republik di India utara.
¨ Jadi pernyataan ttg dukungan Buddha thd negara
republik terbantahkan
¨ Tiga fase perkembangan masyarakat di India menurut
anthropolog:
¨ Adanya berbagai suku; setiap suku memiliki kepala
suku dan wilayah; hidup nomaden; terdiri dari sekelompok kecil keluarga; wilayahnya
lebih sempit dari sebuah desa.
¨ Suku tertentu memperluas kuasaan penaklukan untuk
penguasaan lahan ternak dan perluasan populasi .Adanya sistim pemerintahan (gana);
administrasi oleh orang banyak; dibawah
pengawasan kepala suku paling dominan(Ganapati) untuk mengatur perbedaan
suku-suku yang telah ditaklukan dibawah satu pemerintahan kepala suku yang
berkuasa, cikal bakal terbentuknya republik.
¨ Keserakahan Ganapati yang tidak memiliki
batas →individu yang paling kuat; Kecenderungan untuk untuk menjadi penguasa
tunggal dalam waktu yang lama → Aturan yang bentuk banyak orang menjadi aturan
oleh perorangan→Republik-republik suku berubah menjadi kerajaan, negara-negara
monarki yang demikian muncul, kadang-kadang menantang sistem baru dan terkadang
ditelan oleh sistem yang baru, untuk waktu yang lama dalam sejarah India Utara.
¨ Definisi Raja
¨ Raja=Khattiya
¨ Agañña sutta :
¡ penguasa ladang=Khatiyya, raja=pelaksanan Dhamma.
¡ Hanya gol. Khattiya yg dpt menjadi raja →pengaruh
brahmansime.
¨ Samsutta Nikaya, →khattiya yang terbaik dari semua
manusia (khattiyo settho dvipadam); tetapi bukan yg paling mulia krn yg
dianggap paling mulia adalah para pabbajita yang mencapai kearahatan.
¨ Dahara sutta (S.N)khattiya=Raja.
¨ Vasetta sutta →pemilik desa-desa
¨ Vinaya Piṭaka → Raja bumi raja-raja lokal, kepala
suku, kepala suku bawahan, hakim, menteri utama,
¨ Raja=simboll sebuah kerajaan.
¨ Buddha telah mendefinisikan raja sbg kekuasaan
tertinggi dari sebuah negara tanpa da unsur sentimen agama (tidak membeda-bedakan)→sekuler
¨ motto Buddha: Dhamma adalah raja dari raja-raja.
Yang mengingatkan semua raja pada zamannya dari keterbatasan mereka dalam
kekuasaan dan kewajiban kepada masyarakat.
¡ Kelemahan dan kekurangan negara monarki
¨ Hukuman diperlukan untuk menegakkan pemerintahan
raja.
¨ Buddha tidak pernah menentang hak raja dan
kekuasaan untuk menghukum orang yang berbuat salah, yang ditentang adalah
ketidakadilan dan bentuk2 hukuman yang tidak manusiawi dari pemerintah atau
raja.
cth: dandakammam dlm
Vinaya, termasuk hukuman thdp appatti →disetujui Buddha.
¨ hukuman-hukuman yang tidak adil dan tidak
manusiawi diterapkan oleh raja Avanti dari Magadha→seorang pencuri yang
tertangkap mendapat ancaman hukuman: dibunuh, dimusnahkan, dibuang atau diperlakukan
sekehendak pemerintah sesuai dengan kastanya.
¨ Beberapa hukuman yg diterapkan oleh raja-raja
menurut Buddha:
¡ Hukum cambuk dg rotan, batang kayu, tongkat, pecut
¡ Hukuman dg memotong anggota tubuh terpidana.
¡ Menaruh bola besi panas diatas kepala terpidana
agar otaknya mendidih.
¡ Terpidana dipaksa membuka mulut untuk diisi minyak
dan sumbu, kemudian dinyalakan sebagai penerang.
¨ Kelemahan dan kekurangan:
¡ ketika raja bersifat diktator→titah raja harus
dilaksanakan.
¡ Samyutta Nikaya: Raja memiliki hak istimewa untuk
memberikan penghargaan pada orang yang mendukung kekuasaannya untuk
menghancurkan musuhnya. Contoh, seorang laki-laki ditemukan melakukan hubungan
seks dengan istri raja musuhnya, maka laki-laki itu akan diberi hadiah.
¨ Buddha dan Raja yang Baik
¨ Kualitas dan syarat seorang raja:
¡ Cakkavattisihanadasutta:
ú Raja harus murni dalam keturunan (ubhato sujato):
secara moralitas.
ú kaya (addho Hoti mahaddhano):menunjukan ekonomi
menjadi faktor yang penting dari suatu pemerintahan→korupsi ditentang
(parabhava sutta)
ú harus memiliki tentara yang kuat (balava balakayo)→tentara
kerajaan cakavati terdiri dari gajah, kuda, kereta tempur dan prajurit
infantri.
ú menteri bijaksana (parinayako pandito)→penyambung
lidah antara raja dengan rakyat (wadah aspirasi rakyat)
ú Keempat
kualitas membawanya kepada kualitas kelima yaitu kemuliaan (Yaso)
¡ Agañña sutta: Mahasammata (Pilihan Agung) adalah→dipilih
oleh orang banyak, penguasan ladang (khattiya), pelaksana Dhamma (kebenaran).
¡ Pada masa Buddha tahta kerajaan diwariskan
turun-temurin, biasanya pada anak yang tertua. 5 kualitas yang harus dipenuhi
oleh pewaris kerajaan:
¡ Keturunan murni
¡ Memiliki tubuh yang proporsional
¡ Menyayangi dan mencintai keluarganya
¡ Cinta tanah air
¡ Memiliki banyak keahlian tentang kerajaana
Sarat raja muda:
- Mencintai
tentaranya
- Bijaksana,
cerdas dan bersikap adil.
Oliver menyimpulkan kualitas seorang raja adalah:
- Kelahiran murni
- Kepemilikan
harta
- Pertahanan yang
kuat
- Menteri yang bijaksana
- Kejayaan
- Kecantikan atau
keindahan fisik
- Kasih sayang
terhadap keluarga
- Cinta tanah air
- Terlatih dalam
kepemimpinan
- Bijaksana,
cerdas dan bersikap adil
Singkatnya, Buddha menasehati raja agar menjalankan roda pemerintahan seuai
dengan Dhamma.→pada dasarnya suatu negara dapat bertahan tanpa harus membunuh,
menyebabkan yang lain terbunuh, penaklukan, seprti halnya kerajaan cakkavati
(raja Dhalhanemi)→kemakmuran,pertumbuhan, kedamaian dan keharmonisan suatju
negara bergantung pada prinsip kebenaran yang dijalankan negara itu (Anguttara
Nikaya)
¨ Hubungan Buddha dengan Raja
¨ Samyutta Kosala dari Samyutta Nikaya
mengungkapkan, Raja Pasenadi Kosala menjadi seorang pengikut Buddha dalam waktu
yang lama→hubungannya dg Buddha cukup dekat.
¨ Beberapa kesempatan Raja berkonsultasi dengan
Buddha tentang keluarga dan kerajaannya.
¨ Dalam Samyutta Nikaya Buddha menganggap bahwa
raja-raja adalah temannya, tanpa membedakan yang baik ataupun yang jahat.
¨ Dalam pabbajjasutta, raja Bimbisara dan Buddha
menjadi sahabat yang saling mengasihi→Buddha setelah mencapai
pencerahan,mengunjungi raja untuk yang pertama kalinya, sedangkan raja
Bimbisara menghadiahkan hutan Velu untuk tempat tinggal Buddha dan para
Bhikkhu. Tetapi dalam Nikaya (samannaphala sutta) tidak banyak informasi yang
diperoleh untuk menunjukan keterlibatan raja Bimbisara pada saat Buddha
memberikan ajaran seperti raja Pasenadi.