Posisi Buddhisme Dalam Keberagaman Filsafat India
Posisi Buddhisme Dalam Keberagaman Filsafat
India
Agama
buddha muncul dan berkembang pertama kali di India. Istilah yang dipakai untuk
ajaran yang disampaikan oleh Buddha Gotama adalah Buddhisme (Kompilasi Istilah
Buddhis, 29:2005). Berdasarkan pengertiannya, budhisme ada setelah Buddha
Gotama membabarkan ajarannya kurang lebih pada tahun 588 SM (Sebelum Masehi).
Selanjutnya, Buddhisme menjadi salah satu ajaran yang terdapat di India.
Sementara itu, terdapat pula ajaran yang berkembang sebelum dan seiring dengan Buddhisme
di India. Posisi Buddhisme di antara ajaran-ajaran tersebut akan menjadi
pembahasan untuk memahami ajaran dan pandangan Buddha terhadap ajaran-ajaran di
India.
Filsafat
di India berkembang setelah datangnya bangsa arya yang kemudian berselisih
paham dengan penduduk asli (Dasyus) yang memiliki paham berbeda. Bertahun-tahun
kemudian kedua ajaran tersebut menyatu yang menghasilkan naskah-naskah pasca-veda.
Tetapi, ketiadaan catatan tertulis mengenai masa pasca-veda menjadikan pangkal
permulaan filsafat India berdasarkan veda. Dari veda, kemudian timbul berbagai
pemahaman ajaran berdasarkan persepsi-persepsi yang berbeda. Terdapat empat
ajaran yang berkembang dari veda, yaitu: Brahmanisme, Materialisme, Ajivikisme,
dan Jainisme.
Brahmanisme, Materialisme, Ajivikisme,
dan Jainisme memiliki ajaran yang berbeda satu sama lain. Buddhisme memiliki
pandangan yang berbeda pula mengenai ajaran. Pandangan Buddhisme terhadap
paham-paham lain terdapat dalam Brahmajala
Sutta dan beberapa sutta
lain. Pandangan Buddhisme terhadap
Brahmanisme, Materialisme, Ajivikisme, dan Jainisme sebagai berikut:
1.
Brahmanisme
Brahmanisme mengajarkan tentang konsep
diri (atman) yang berasal dari Brahman. Brahman dianggap sebagai pusat atau sumber yang ada di alam semesta
yang menciptakan kehidupan dengan cara memercikan unsur-unsur kehidupan, berupa
atman, prakerti, dan purusa. Selanjutnya muncul kasta atau
kedudukan seseorang yang didasarkan pada kelahiran dari tubuh Brahma dan kemudian berdasarkan
keturunan. Karena mengalami tranformasi pandangan, selanjutnya Brahmanisme
lebih menekankan pada pemahaman tentang atman
yang kemudian disucikan dengan cara bertapa.
Pandangan Buddhisme di dalam Brahmajala Sutta, berpendapat bahwa
paham Brahmanisme adalah pandangan salah, pandangan semi-eternalis. Buddhime
berpendapat bahwa segala sesuatu muncul karena adanya proses yang tak diketahui
awalnya, sesuai Hukum Sebab-akibat. Menanggapi paham kasta, di dalam Esukari Sutta, bahwa yang mempengaruhi
kedudukan seseorang adalah praktek Dhamma
yang dilakukannya.
2.
Materialisme
Materialisme disebut juga sebagai kaum
Cārvāka, Lokāyatika, atau Bārhaspatya, yaitu paham yang mengajarkan bahwa
persepsi indria merupakan satu-satunya sumber pengetahuan yang sahih sehingga
mereka beranggapan dunia nyata sebagai satu-satunya realitas, sedangkan
kesadaran tidak nyata karena bukan merupakan obyek dari lima indria.
Materialisme juga menyangkal akan adanya kehidupan setelah setelah mati, dengan
kata lain hidup hanya sekali, tidak ada sebab dan akibat.
Buddhisme berpendapat kaum meterialisme
sebagai ajaran yang ekstrim, karena mengajarkan pemuasan nafsu indria, karena
mereka beranggapan tidak ada kelahiran kembali, maupun hukum sebab akibat.
Pandangan Buddhisme sesuai Brahmajala
Sutta, bahwa kaum berpandangan salah dengan berkeyakinan segala sesuatu
muncul secara kebetulan dan berpaham annihilisme.
3.
Ajivikisme
Ajivikisme
mengajarkan bahwa kehidupan akan berakhir dengan satu titik yang sudah
ditetapkan atau takdir. Sehingga, kehidupan tidak dapat diperbaiki atau
diperburuk karena akhirnya sudah ditentukan. kehidupan ini diibaratkan seperti
bola benang yang apabila dilepas akan terlepas sepanjang benang tersebut. Salah
satu pemimpinnya adalah Makkhali Gosala.
Buddhisme
berpendapat sesuai Hukum Kamma, bahwa
kelahiran seseorang disebabkan kamma
lampau dan kamma saat sekarang akan
berbuah di masa yang akan datang. Hal itu bukan berarti bahwa buah dari
tindakan tidak dapat dirubah. Kehidupan akan terus berlanjut selama seseorang
masih diliputi oleh lobha, dosa, dan moha,
sehingga tidak ada batasan waktu tentang akhir kehidupan.
4.
Jainisme
Jainisme tergolong dalam tradisi petapa,
mengajarkan latihan-latihan yang keras untuk menghapus akibat-akibat perbuatan
yang telah lalu dan mencegah bertumpuknya akibat dari masa sekarang dengan
berdiam diri. Selain itu, Jainisme dianggap sebagai Non-absolutisme sejauh yang
berhubungan dengan pandangan Epistemologi. Sedangkan untuk Realitas Tertinggi,
kaum Jaina percaya bahwa keabadian maupun ketidak-abadian adalah ciri-ciri dari
Realitas Terakhir.
Buddhisme berpendapat jainisme merupakan
ajaran ekstrim tentang penyiksaan diri. Buddha sendiri telah mempraktikkan
pertapaan yang keras sebelum mencapai Buddha, sehingga beliau mengetahui bahwa
hasilnya bukan pencapaian tertinggi.
Pandangan mendasar dari Buddhisme terhadap
asal usul segala sesuatu adalah Paticcasamuppāda.
Paticcasamuppāda berarti
keadaan yang menempati ruang dan siap untuk timbul, dengan kata lain adalah
Hukum Sebab Musabab yang saling bergantungan. Berkaitan dengan dua paham
ekstrim, Buddhisme mengajarkan jalan tengah, disebut Hastha Arya Magga. Selanjutnya, Hastha
Arya Magga digunakan untuk mencapai Nibbāna.
Buddhisme muncul di antara ajaran-ajaran
di India. Buddhisme mengajarkan paham yang berbeda dengan ajaran-ajaran dari
paham lain. Di antara ajaran-ajaran lain, Buddhisme mengajarkan jalan tengah
yang menjadi jalan untuk mencapai nibbāna.
Maka dari itu, Buddhisme tidak menyalahkan sepenuhnya pandangan dari
ajaran-ajaran yang berkembang, khususnya paham ekstrim. Buddhisme tidak menyalahkan
ajaran-ajaran lain atau menganggap sesat, melainkan menunjukkan pemahaman yang
Buddha Gotama ketahui dari pencapaian beliau. Sehingga, tidak terjadi pertengkaran
yang tidak terselesaikan antara Buddhisme dengan paham lain.
Referensi
Kalupahana,
David J. 1986. Filsafat Buddha (Sebuah
Analisis Historis). Jakarta: Erlangga
Kalupahanan,
David J. 1994. A History of Buddhist Philosophy. Delhi: Motial Banarsidass Private
Limited.
Tim
Penerjemah. 1992. Sutta Pitaka Digha
Nikaya. Jakarta: C.V. Danau Batur.
Widya,
Dharma. 2005. Kompilasi Istilah Buddhis.
Jakarta: Yayasan Dana Pendidikan Buddhis Nalanda.