NIBBANA DALAM AGAMA BUDDHA
Setiap orang dapat mempelajari Dhamma dengan bebas,
memikirkannya dengan tenang dan
bijaksana dan dia boleh menerima bagian-bagian yang sesuai dengan pendapatnya
dan menolak bagian-bagian yang tidak dipahaminya. Buddha Dhamma tidak memaksa
orang untuk percaya membuta, oleh karena suatu kepercayaan yang membuta selalu
menjadi penghalang bagi kemajuan batin. Kitab suci Tipitaka merupakan kitab
suci Agama Buddha tetapi Sang Buddha tidak pernah menuntut para siswanya untuk
percaya begitu saja dengan kitab suci sebelum mereka membuktikan sendiri
manfaat yang diperoleh dengan mempelajari ajaran Sang Buddha.
Dalam agama Buddha ada pembahasan yang menarik yaitu
tentang Nibbana. Nibbana adalah padamnya keinginan,
ikatan-ikatan, nafsu-nafsu dan kekotoran-kekotoran batin. Dengan demikian Nibbana
adalah kesunyataan abadi, tidak dilahirkan, tidak musnah, ada dan tidak
berubah. Nibbana disebut Asankhata dhamma yaitu keadaan tanpa
syarat dan tidak terkondisi. Nibbana adalah hasil dari padamnya lobha
(keserakahan), dosa (kebencian) dan moha (kebodohan batin).
Nibbana bukan pemberian
dari Tuhan tetapi Nibbana harus dicapai oleh diri sendiri dicapai oleh
orang yang batinnya sudah mampu untuk melenyapkan lobha, dosa dan moha. Sang
Buddha tidak pernah menjanjikan keindahan Nibbana karena Nibbana bukan
suatu tempat yang harus dituju melainkan keadaan yang terbebas dari lobha,
dosa dan moha. Buddha hanya menemukan jalan untuk memutuskan
rantai kehidupan kemudian beliau mengajarkan pada umatnya beliau tidak memaksa
siapapun untuk masuk menjadi Agama Buddha. Dhamma yang diajarkan oleh Sang
Buddha adalah Dhamma yang indah pada awalnya, indah pada pertengahannya dan
indah pada akhirnya. Dhamma diajarkan tidak hanya untuk umat Buddha saja tetapi
untuk semua orang yang ingin mendalami ajaran beliau.
Referensi
:
v Wahyono
Mulyadi. 2002. Pokok-Pokok Dasar Agama Buddha. Jakarta: Departemen Agama
RI Proyek Peningkatan Pendidikan Agama Buddha Di perguruan Tinggi.