THE MESSAGE OF THE BUDDHA IN THE CONTEMPORARY WORLD
THE
MESSAGE OF THE BUDDHA IN THE CONTEMPORARY WORLD
A.
Latar Belakang
Teknologi dan agama
sulit untuk disatukan tetapi antara agama dan ilmu pengetahuan dapat saling
melengkapi, teknologi yang berkembang pengetahuan ilmiah dan teknologi memberi kita kontrol
luar biasa terhadap lingkungan kita. Namun Perkembangan ilmiah besar sendiri
tidak memberikan visi untuk menghadapi tantangan menghadapi diri kita sendiri. Tekhnologi dan ilmu pengetahuan
belum bisa menyelesaikan maslah dasar kehidupan atau tidak mampu menyelesaikan
masalah penderitaan yang dihadapi dalam kehidupan.
B. Pembahasan
1.
Pondasi atau dasar
pemikiran natural dari Buddha
Agama Buddha adalah yang paling metafisik. Dua pandangan metafisik kunci
lazim pada masa Sang Buddha adalah konsep tentang Tuhan dan jiwa Yang pertama
dipahami sebagai sumber alam semesta. Dalam
agama Hindu, Tuhan dipahami sebagai esensi universal (Paramatma) dan jiwa masing-masing individu (jivātmā) dipahami untuk memiliki asalnya, kelanjutan dan pembebasan
akhir ini dengan mengacu pada jiwa universal. Buddhisme menolak kedua konsep.
Buddhisme mengatakan, dengan tegas, bahwa tidak ada Allah: attano Loko anabhissaro (Raṭṭhapāla Sutta: Majjhima Nikaya): dunia
adalah pelindung-kurang, tidak ada Allah. Ajaran Sang Buddha mengungkapkan
bahwa semuanya kausal dikondisikan. Apa yang disebut 'tergantung co-timbul'
diberikan dalam Dhamma sebagai karakteristik alam.
2.
Analisa Buddha dari
keadaan Manusia : Empat Kebenaran Mulia
Buddha mencapai realisasi dari empat kebenaran mulia
sebagai hasil dari usahanya untuk menghilangkan penderitaan sendiri dan
mencapai kebahagiaan. Dalam hidupnya sendiri buddha melihat realitas
penderitaan. Sang Buddha menjelaskan bahwa kebenaran
pertama, yaitu, bahwa ada penderitaan yang harus dipahami, kebenaran kedua,
yaitu kebebasan dari penderitaan, Nirvana harus direalisasikan, dan Kebenaran
keempat, yaitu bahwa kita harus mengikuti jalan etis dari delapan faktor harus
mengarah untuk berlatih. Kebenaran ini telah digambarkan sebagai
"mulia" karena mereka mengarah pada penghentian penderitaan dengan
menghasilkan kebebasan dan kebahagiaan yang merupakan tujuan utama dalam kehidupan
manusia. Salah satunya adalah sama-sama bertanggung jawab untuk satu
penderitaan dan pembebasan darinya.
Sang Buddha menekankan bahwa
ia hanyalah orang yang mengatakan apa jalan itu dan bahwa yang lain sendiri
akan harus berlatih itu (tumhehi kiccam atappam-akkhataro
Tathagata Dhammapada)
Dalam khotbah pertamanya Buddha menggambarkan apa yang dia menyadari sebagai
kelahiran sebuah, pengetahuan mata, ilmu kebijaksanaan, dan cahaya (cakkhum udapadi, nanam udapadi, panna
udapadi, vijja udapadi, aloko udapadi). Analisis Buddha situasi manusia
diartikulasikan dalam ajaran empat kebenaran mulia bukanlah sesuatu yang hanya
berlaku pada masa Sang Buddha. Hal ini dimengerti menjadi relevan untuk semua
makhluk hidup. Misalnya, penderitaan yang timbul karena salah satu
kekotoran batin yang didasari oleh nafsu keinginan (tanha).
3.
Kontemporer Mode Penderitaan
Di satu sisi,
penemuan-penemuan ilmiah dan inovasi teknologi memiliki hidup modus manusia
lebih mudah dan lebih nyaman bagi mereka yang mampu membelinya. Di sisi lain,
bagaimanapun, penderitaan manusia dalam bentuk aneka terlalu meningkat.
Sejumlah besar orang di dunia yang baik kelaparan atau yang tidak cukup makan.
Mereka tidak memiliki syarat dasar kehidupan lainnya seperti perumahan dan
kedokteran. Anak-anak mereka tidak mendapatkan pendidikan yang layak.
Kesenjangan antara kaya dan miskin telah melebar. Sejumlah besar konflik yang
terjadi di seluruh bagian dunia. Beberapa negara yang tidak mampu membayar
kebutuhan dasar manusia menghabiskan sebagian besar pendapatan mereka untuk
konflik yang dimotivasi terutama oleh alasan ideologis. Pelanggaran hak asasi
manusia dan khususnya hak anak dan perempuan merajalela. Ilmu dan teknologi
telah digunakan untuk terlibat dalam kegiatan destruktif dengan cara yang lebih
canggih. Situasi ironis adalah bahwa, meskipun teknologi telah menyusut dunia
dan ditarik orang-orang dekat satu sama lain secara fisik, ada kecenderungan
meningkatnya ketida kpercayaan satu sama lain, segregasi dan
kompartementalisasi. Globalisasi yang sering diucapkan dengan baik bisa menjadi
baru bagi kolonialisme, bukan di tingkat regional seperti yang terjadi beberapa
abad yang lalu tetapi dalam skala global, di mana kaum miskin dan lemah
Dibawakan di bawah sesuatu atau hebat sedikit mendaya keduanya secara ekonomis
dan secara cultural. Zaman sekarang dunia, di etika ini, satu kasus bajik untuk
ketekunan dari derita pada bentuk bermacam ragam.
4. Satu Pandangan berlandaskan Budisme
Sesuai dengan analisa Buddha dari keadaan manusia,
walau masa lokal, dimensi regional atau global, dan masalah manusia. Mereka
juga sebab di situ adalah tidak ada lain eksternal agen disamping orang kemana
dapat kita cari keterangan benar
atau salah, kita ini,
kami sendiri,
siapa bertanggung-jawab untuk masalah kita. Dalam
hal ini buddha mengungkapkan Attan ā va kata? ayah?
attan ā sankilissati , Attan ā va akata? attan ā visujjhati, Suddhi asuddhi paccatta?
n ā ññna?
Visodhaye (dhammapada: 165). (perbuatan jahat
dilakukan oleh dirinya akan mengotori dirinya; perbuatan jahat tidak selesai
oleh dirinya akan memurnikan dirinya. Kemurnian atau kecemaran sampai dirinya
tak seorang pun
dapat memurnikan yang lain).
Kita tidak
dapat menyelesaikan masalh
lokal, masalah regional atau global pada satu etika substansiil tanpa perhatian
cukup ke faktor manusia. Melalui pengajaran dari empat kebenaran mulia yang mengandung
diagnose benar dari masalah. Apa
berarti ini adalah yang teakhir bagaimana
cara berpikir kita dan jalannya perilaku yang harus diubah. Kita perlu
mempunyai satu penampakan benar untuk mengembangkan sikap benar, dan benarkan
sikap untuk mengembangkan dari dengan perilaku. Kebutuhan ini dibuka bagi
seluruh ke ‘ datangi dan lihat. (ehipassiko)
untuk itu berarti bagi seluruh mahluk yang punya derita sebagai faktor umum. Yang menjadi tujuan adalah
untuk membuka mata dunia dengan pesan Sang Buddha, yang merupakan latihan layak
keterlibatan semua yang memiliki 'yang wellbwing dan kebahagiaan dunia' (bahujanahitaya bahujanasukhaya) sebagai
tujuan hidup mereka.
5.
Mengenal dari pandangan
dan maslah ini
Buddha
memiliki Visi meninggalkan kehidupan duniawi untuk membebaskan penderitaan dan
menemukan ajarn meskipun bertentangan dengan lingkungan, Ajarannya telah
digambarkan sebagai 'patisotagami'
atau 'melawan arus dan menggarisbawahi kontras antara sifat worldling biasa dan
pengajaran yang diperlukan seseorang untuk mengubah cara yang sama sekali
seseorang berpikir, sikap dan perilaku. Buddha telah berhasil menenukan kebenaran dan
mengajarkan dhamma, tetapi disisi lain banyak kepercayaan lain tertarik dengan
ajaran buddha dan menimbulkan kepercayaan lain kehilangan umatnya.
Sikap murah hati Sang Buddha tidak perlu dipahami
sebagai akibat dari memegang pandangan bahwa semua tradisi religius selama
waktu itu dapat menyebabkan orang untuk penghentian penderitaan. Buddha sebagai
sistem agama yang terpisah menunjukkan bahwa Sang Buddha menolak semua tradisi
agama lain tidak mengarah ke nirwana (aniyyanika).
Buddha tidak
mengkategorikan sistem agama sebagai benar atau salah dalam pengertian absolut.
Ini bukan untuk mengatakan bahwa pada hal-hal diberi Buddha tidak melakukannya.
Tapi pada dasarnya bagaimana ia dievaluasi tradisi agama lain adalah apakah
mereka mampu mengarah penghentian penderitaan. dalam pandangan sendiri Buddhis, jika orang tidak
membuat pilihan moral yang benar itu bukan kewajiban yang lain yang mengaku
tercerahkan untuk memaksakan pada mereka. Buddha itu sikap untuk tradisi
keagamaan lainnya perlu memahami dalam konteks ini dan banyak lainnya
pertimbangan filosofis yang luas yang kita tidak bisa masuk ke rincian di sini.
C.
Kesimpulan
Pesan
dari buddha dan visi yang terkandung di dalamnya tidak dapat usang selama
penderitaan (dukkha) tetap sebagai realitas dalam hidup. Tantangan sebenarnya
adalah untuk mengkomunikasikan pesan dengan cara yang dipahami oleh masyarakat
kontemporer dan melakukan dengan cara Buddha benar. Dalam seluruh sejarah,
sementara memang benar bahwa agama Buddha telah pergi ke berbagai tempat dan
telah berakar dalam budaya. Ia belum pernah agresif untuk tradisi agama dan
budaya lainnya. Juga tak digunakan cara lain dari persuasi rasional dalam lain
untuk mengkonversi orang. Dalam konteks yang ada semua keluhan bahwa Buddhisme
akan sama-sama di rumah di sebelah barat, kebutuhan adalah untuk menyediakan
pesan dari Buddha sebagai orang sebanyak mungkin tanpa melakukan kerusakan pada
jalan historis damai dan toleran.
Referensi:
Tilakaratne, Asanga.2000.Buddhism For The New Millenium.____: World Buddhist Foundation