Sense Experience of the Liberated Being As Reflected in Early Buddhism


Sense Experience of the Liberated Being As Reflected in Early Buddhism


A.    Latar Belakang
Pada Buddhisme awal banyak orang yang melakukan praktik  meditasi (pertapaan). Praktik pertapaan sering dilakukan di hutan-hutan yang jauh dari keramaian, praktik pertapaan tujuan untuk mencapai pembebasan melalui pengalaman indria. Akan tetapi, dalam perkembangannya pembebasan indria tersebut mulai adanya penyelidikan terhadap konsep kontak (phassa) dan sensasi/perasaan (vedana), karena adanya sensasi yang dihasilkan dari kontak dan merasakan hasil dari sensasi tersebut. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis akan membahas “Sense Experience of the Liberated Being As Reflected in Early Buddhism.”         

B.    Pembahasan
Sense Experience of the Liberated Being As Reflected in Early Buddhism dalam bahasa Indonesia mempunyai arti pengalaman indria untuk mencapai pembebasan pada Buddhisme awal. Pengalaman indria yang dimaksudkan dalam pembahasan ini yaitu mengenai kontak (phassa) dan perasaan (vedana), karena adanya sensasi yang dihasilkan dari kontak dan merasakan hasil dari sensasi tersebut. Pada Buddhisme awal untuk mencapai pengalaman indria yaitu dengan praktik pertapaan, namun dalam perkembangannya lebih dikenal sebagai meditasi. Meditasi menurut Wowor, 2004:-- adalah mengintropeksi diri, sehingga pikiran kita dapat menyadari apa yang akan kita lakukan.
Meditasi yang diajarkan oleh Buddha tidak bertujuan memperoleh kekuatan mistik ataupun untuk memperoleh kekayaan. Tujuan meditasi adalah untuk mencapai ketenangan batin (samatha) dan Pandangan Terang (vipassana), dengan tujuan supaya memperoleh keadaan batin yang tidak tergoyahkan (akuppa ceto vimutti).  Memperoleh keadaan batin yang tidak tergoyahkan dengan memahami dan mengamati indria kita, yaitu kontak dan perasaan.
Di dalam Madhupindaka-Sutta (Majjhima-Nikāya), proses persepsi indria manusia biasa (puthujjana) tergantung pada kontak (phassa), akibat dari kontak yang terjadi menyebabkan munculnya sensasi atau perasaan (vedana).   Sebagai contohnya, di dalam sayur terdapat sebuah cabai rawit yang belum diiris, kemudian cabai tersebut termakan oleh kita, maka cabai tersebut akan memberikan sensasi, karena rasa pedas yang ditimbulkan oleh cabai tersebut. 
Sensasi (vedana) yang sering dirasakan oleh kebanyakkan manusia pada umumnya terbagi menjadi tiga jenis, yaitu sensasi menyenangkan (sukkha), sensasi yang tidak menyenangkan (dukkha), dan sensasi netral (dukkhama-sukha). Sensasi menyenangkan yaitu sensasi yang timbul karena obyek yang menyenangkan, misalnya kita makan makanan yang enak, dapat facebook-kan dan melihat cewek cantik. Sensasi tidak menyenangkan yaitu sensasi yang yang timbul dikarenakan obyek yang tidak menyenangkan, contohnya kita makan cabai yang pedas, pulsa habis, dan berpisah dengan orang yang kita cintai. Dan sensasi netral yaitu, sensasi yang timbul dengan keadaan yang yang netral, tidak menyenangkan dan tidak pula menyedihkan, sebagai contohnya kita hidup sederhana.




Pada umumnya manusia lebih cenderung pada sensasi yang menyenangkan, kecenderungan membenci pada sensasi tidak menyenangkan, dan kecenderungan ketidaktahuan dalam sensasi netral. Hal tersebut yang berati manusia selalu melekat kepada sensasi yang menyenangkan, memberontak pada sensasi yang tidak menyenangkan, serta tidak menyadari sensasi netral. Manusia cenderung menyukai kepada hal-hal yang menyenangkan, disebabkan manusia lobha (keserakahan nafsu), dosa (kebencian), dan maha (kebodohan). Oleh karena itu Buddha menyatakan di dalam Sutta-Nipata yaitu, apa pun yang dirasakan apakah menyenangkan, tidak menyenangkan atau netral, internal atau eksternal, orang harus tahu semua itu tidak memuaskan (dukkha).
 Vedana samyuta yang merinci pemahaman lengkap sensasi, vedana untuk mencapai pencerahan, yaitu dengan Ia juga sepenuhnya memahami sensasi yang timbul (vedanasamudayo ayam ti), jalan menuju ke yang timbul sensasi (vedanasamudayagamini ayam patipada ti), penghentian sensasi (vedananirodho ayam ti), jalan menuju penghentian sensasi (ayam vedana-nirodhagamini patipada ti), bahaya sensasi (ayam vedanaya nissaranan ti).
 Jadi, pemahaman yang lengkap dari semua aspek sensasi akan mengarah kepada pencerahan penuh. Vedanasamudayagamini itu tanha patipada, ini berarti bahwa keinginan adalah jalan yang mengarah ke timbulnya sensasi. Tetapi kontak juga diakui sebagai penyebab timbulnya sensasi (phassasamudaya vedanasamudayo), meskipun kontak (phassa) adalah penyebab langsung dari perasaan, keinginan yang mengolah perasaan yang lebih.

C.    Kesimpulan
Dari pembahasan tersebut dapat penulis disimpulkan bahwa, keserakahan, kebencian, dan kebodohan terletak pada dasar perasaan menyenangkan, tidak menyenangkan, dan netral. Munculnya perasaan berawal dari kontak yang menangkap objek. Oleh karena itu, kita berusaha untuk mengendalikan kontak dan perasaan agar terbebas dari lobha, dosa, dan moha.

Referensi :
De Silva, Lily. Sense Experience of the Liberated Being As Reflected in Early Buddhism: Buddhist Philosophy and Culture. pp 13-32.
Kalupahana, David. 1996. Buddhist Philosophy A Historis Analysis. Diterjemahkan oleh Hudaya Kandahjaya. Jakarta: Erlangga.
Lay, U Ko.2000. Guide To Tipitaka. Diterjemahkan oleh Lanny Aggawati. Klaten: Vihara Bodhivamsa.
____. 2004. The Middle Legth Discourses of The Buddha. Diterjemahkan oleh Wena Cintiawati dan Lenny Aggawati. Klaten: Vihara Bodhivamsa.
Pandit Jinaratana Kaharudin. 2004. Kamus Umum Buddha Dhamma. Jakarta: Tri Satva Buddhist Centre.
Wowor, Cornelis. 2004. Pandangan Sosial Agama Buddha. Jakarta: CV Citra Kencana Buana.

Postingan populer dari blog ini

KLONING MENURUT PANDANGAN AGAMA BUDDHA

TEORI KAUSALITAS BUDDHIS

PERAN UTU NIYAMA DALAM TERJADINYA BENCANA ALAM