Cloning dalam Sudut Pandang Buddhis
Pada zaman sekarang perkembangan teknologi semakin
maju. Manusia menciptakan berbagai alat yang dapat mempermudah pekerjaan
manusia, mulai dari peralatan memasak sampai dengan peralatan untuk membajak
sawah. Oleh karena pengetahuan manusia yang semakin maju, maka manusia selalu
melakukan eksperimen (percobaan-percobaan) mengenai segala hal, termasuk cloning. Cloning merupakan proses memperbanyak materi biologi yang dapat
mencakup DNA ( Deoxyribo Nucleic Acid ), sel, tissue, organ, maupun organisme, di mana materi yang diperbanyak
tersebut (clone) memiliki DNA yang
sama dengan induknya. Bagaimanakah cloning
dalam sudut pandang Buddhis? dan Apakah cloning
termasuk proses tumimbal lahir?.
Cloning dalam sudut pandang Buddhis tidak dilarang, sepanjang tidak merugikan
makhluk lain. Seperti yang dinyatakan (dalam http://dhammacitta.org/artikel/cloning-dari-sudut-pandang-buddhis/)
bahwa “cloning tidak bertentangan
dengan agama Buddha, sejauh tidak melanggar pancasial buddhis.” Oleh karena itu, kita sebagai umat
Buddhis tidaklah takut mengenai cloning, sebab cloning dalam agama Buddha diperbolehkan asalkan tidak merugikan
makhluk lain. Sedangkan apakah cloning termasuk proses tumimbal lahir
di dalam Buddhisme?. Menurut saya cloning
termasuk tumimbal lahir, sebab Buddha berpendapat di Samyutta Nikaya 12.2
(dalam Error!
Hyperlink reference not valid.) bahwa munculnya/ terbentuknya
makhluk hidup bukanlah berasal dari hasil ciptaan, akan tetapi berasal dari
kegelapan batin. Karena kegelapan batin inilah, makhluk bertumimba lahir.
Dengan lenyapnya kegelapan batin ini, maka lenyap juga tumimba lahir ini. Di
sini tak dikenal adanya ‘ego’ (roh, inti, keabadian mutlak), dan makhluk hidup
terus bertumimba lahir dikarenakan kegelapan batin ini. Ajaran ini dikenal juga
sebagai hukum sebab akibat (Pali: paticcasamupada), yakni terbentuknya segala
sesuatu adalah karena adanya penyebab. Dengan berakhirnya penyebab tersebut,
maka berakhir pula akibatnya. Oleh karena itu, konsep reproductive cloning
tidak dapat dikatakan bertentangan dengan ajaran Buddha.
Jadi cloning sebenarnya
bukanlah proses ilmiah yang aneh dalam pandangan Buddisme karena Buddhisme
selalu memandang segala sesuatu sebagai rantaian sebab akibat. Proses cloning
hanya dapat berhasil setelah ilmuwan mengerti sebab akibatnya, yakni embryo
dapat terbentuk dari hasil pembelahan sel ovum yang bernucleus diploid (2 set
kromosom). Dengan menyediakan kondisi yang cocok untuk perkembangan embryo,
maka tak heran bayi akan terbentuk. Jadi bila kondisi yang tepat ada, maka akan
bersatulah unsur batiniah (nama) dan fisik (rupa) yang kemudian akan lahir
menjadi seorang bayi.
Referensi :
http://dhammacitta.org/artikel/cloning-dari-sudut-pandang-buddhis/
(diakses tanggal 19 Februari 2012).