Postingan

Agama Buddha dan Konsep Hukuman

A.   Latar Belakang Di Indonesia pada era sekarang banyak terjadi tindak kejahatan, mulai dari kelas ringan, sedang, dan berat. Kejahatan yang timbul  disebabkan oleh dua faktor, yaitu dari dalam diri dan dari luar diri. Kejahatan dari dalam diri maksudnya kejahatan yang dilakukan atas dasar dorongan diri sendiri dan tanpa dipengaruhi oleh orang lain, sedangkan kejahatan dari luar diri yaitu kejahatan yang dilakukan karena faktor dari luar, sebagai contoh lingkungan dan pendidikan. Dengan adanya kejahatan yang timbul, maka muncul pula hukuman dan/denda. Konsep hukuman muncul karena usaha manusia dalam mengurangi tindak kejahatan dan kriminalitas yang muncul. Akan tetapi dengan adanya konsep hukuman justru tidak membuat pelaku kejahatan gerah dan kapok, justru tindak kejahatan semakin meningkat. Bagaimanakah konsep hukuman yang sebenarnya.? dan bagaimana konsep hukuman yang terdapat pada Agama Buddha.? Atas dasar tersebut pada kesempatan kali ini kami akan membahas Agama Buddha dan

Sense Experience of the Liberated Being As Reflected in Early Buddhism

Sense Experience of the Liberated Being As Reflected in Early Buddhism A.     Latar Belakang Pada Buddhisme awal banyak orang yang melakukan praktik  meditasi (pertapaan). Praktik pertapaan sering dilakukan di hutan-hutan yang jauh dari keramaian, praktik pertapaan tujuan untuk mencapai pembebasan melalui pengalaman indria . Akan tetapi, dalam perkembangannya pembebasan indria tersebut mulai adanya penyelidikan terhadap konsep kontak ( phassa ) dan sensasi/perasaan ( vedana ), karena adanya sensasi yang dihasilkan dari kontak dan merasakan hasil dari sensasi tersebut. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis akan membahas “Sense Experience of the Liberated Being As Reflected in Early Buddhism.”           B.     Pembahasan Sense Experience of the Liberated Being As Reflected in Early Buddhism dalam bahasa Indonesia mempunyai arti pengalaman indria untuk mencapai pembebasan pada Buddhisme awal. Pengalaman indria yang dimaksudkan dalam pembahasan ini yaitu mengen

Cloning dalam Sudut Pandang Buddhis

Pada zaman sekarang perkembangan teknologi semakin maju. Manusia menciptakan berbagai alat yang dapat mempermudah pekerjaan manusia, mulai dari peralatan memasak sampai dengan peralatan untuk membajak sawah. Oleh karena pengetahuan manusia yang semakin maju, maka manusia selalu melakukan eksperimen (percobaan-percobaan) mengenai segala hal, termasuk cloning. Cloning merupakan proses memperbanyak materi biologi yang dapat mencakup DNA ( Deoxyribo Nucleic Acid ) , sel, tissue , organ, maupun organisme, di mana materi yang diperbanyak tersebut ( clone ) memiliki DNA yang sama dengan induknya. Bagaimanakah cloning dalam sudut pandang Buddhis? dan Apakah cloning termasuk proses tumimbal lahir?. Cloning dalam sudut pandang Buddhis  tidak dilarang, sepanjang tidak merugikan makhluk lain. Seperti yang dinyatakan (dalam http://dhammacitta.org/artikel/cloning-dari-sudut-pandang-buddhis/ ) bahwa “ cloning tidak bertentangan dengan agama Buddha, sejauh tidak melanggar pancasial buddhis.”

Agama Buddha dan Konsep Hukuman

A.   Latar Belakang Di Indonesia pada era sekarang banyak terjadi tindak kejahatan, mulai dari kelas ringan, sedang, dan berat. Kejahatan yang timbul  disebabkan oleh dua faktor, yaitu dari dalam diri dan dari luar diri. Kejahatan dari dalam diri maksudnya kejahatan yang dilakukan atas dasar dorongan diri sendiri dan tanpa dipengaruhi oleh orang lain, sedangkan kejahatan dari luar diri yaitu kejahatan yang dilakukan karena faktor dari luar, sebagai contoh lingkungan dan pendidikan. Dengan adanya kejahatan yang timbul, maka muncul pula hukuman dan/denda. Konsep hukuman muncul karena usaha manusia dalam mengurangi tindak kejahatan dan kriminalitas yang muncul. Akan tetapi dengan adanya konsep hukuman justru tidak membuat pelaku kejahatan gerah dan kapok, justru tindak kejahatan semakin meningkat. Bagaimanakah konsep hukuman yang sebenarnya.? dan bagaimana konsep hukuman yang terdapat pada Agama Buddha.? Atas dasar tersebut pada kesempatan kali ini kami akan membahas Agama Buddha dan

Agama Buddha dan Konsep Hukuman

A.   Latar Belakang Di Indonesia pada era sekarang banyak terjadi tindak kejahatan, mulai dari kelas ringan, sedang, dan berat. Kejahatan yang timbul  disebabkan oleh dua faktor, yaitu dari dalam diri dan dari luar diri. Kejahatan dari dalam diri maksudnya kejahatan yang dilakukan atas dasar dorongan diri sendiri dan tanpa dipengaruhi oleh orang lain, sedangkan kejahatan dari luar diri yaitu kejahatan yang dilakukan karena faktor dari luar, sebagai contoh lingkungan dan pendidikan. Dengan adanya kejahatan yang timbul, maka muncul pula hukuman dan/denda. Konsep hukuman muncul karena usaha manusia dalam mengurangi tindak kejahatan dan kriminalitas yang muncul. Akan tetapi dengan adanya konsep hukuman justru tidak membuat pelaku kejahatan gerah dan kapok, justru tindak kejahatan semakin meningkat. Bagaimanakah konsep hukuman yang sebenarnya.? dan bagaimana konsep hukuman yang terdapat pada Agama Buddha.? Atas dasar tersebut pada kesempatan kali ini kami akan membahas Agama Buddha dan

Agama Buddha dan Konsep Hukuman

A.   Latar Belakang Di Indonesia pada era sekarang banyak terjadi tindak kejahatan, mulai dari kelas ringan, sedang, dan berat. Kejahatan yang timbul  disebabkan oleh dua faktor, yaitu dari dalam diri dan dari luar diri. Kejahatan dari dalam diri maksudnya kejahatan yang dilakukan atas dasar dorongan diri sendiri dan tanpa dipengaruhi oleh orang lain, sedangkan kejahatan dari luar diri yaitu kejahatan yang dilakukan karena faktor dari luar, sebagai contoh lingkungan dan pendidikan. Dengan adanya kejahatan yang timbul, maka muncul pula hukuman dan/denda. Konsep hukuman muncul karena usaha manusia dalam mengurangi tindak kejahatan dan kriminalitas yang muncul. Akan tetapi dengan adanya konsep hukuman justru tidak membuat pelaku kejahatan gerah dan kapok, justru tindak kejahatan semakin meningkat. Bagaimanakah konsep hukuman yang sebenarnya.? dan bagaimana konsep hukuman yang terdapat pada Agama Buddha.? Atas dasar tersebut pada kesempatan kali ini kami akan membahas Agama Buddha dan

HERMENEUTIK

A.     Latar Belakang Pada zaman dahulu, metode atau cara dalam penafsiran sangatlah sedikit. Hal ini yang menyebabkan kehidupan pada masa itu lebih cenderung bersifat monoton dan ortodok. Di zaman dahulu sebelum tahun masehi, sistem pendidikan hanya bersifat sederhana dan cara yang digunakan baru dengan sisitem oral atau dari mulut kemulut, dan kebanyakan mereka cenderung percaya begitu saja dengan apa yang dikatakan oleh guru mereka tanpa melakukan suatu verifikasi. Dari situlah maka kehidupan pada masa itu masih sangat kaku dan hanya sedikit memunyai aspek seni. Sistem penafsiran pada saat itu masih sangat sederhana yaitu mereka hanya menafsirkan apa yang terdapat dalam teks-teks tanpa menganalisis secara mendalam. Banyaknya perbedaan pola pikir dari masing-masing individu, kurangnya metode atau cara dalam menafsirkan segala sesuatu, banyaknya pandangan mengenai cara penafsiran, dan sebagainya menyebabkan kita hanya bersifat pasif dan statis tanpa berani melakukan perubahan ya