Karya Sastra Agama Buddha Tantrayana di Nusantara

Karya Sastra Agama Buddha Tantrayana di Nusantara


A.  Pendahuluan
            Perkembangan sejarah yang terjadi di Nusantara tidak lepas dari adanya pujangga-pujangga. Hasil dari para pujangga adalah karya tulis, lebih dikenal dengan karya sastra. Dalam sejarah perkembangan agama Buddha terdapat pula karya sastra yang berisikan ajaran Buddhisme. Karya sastra tersebut salah satunya ialah sang hyang kamanahayanikan. Maka dari itu, penulis akan membahas mengenai kitab sang hyang kamahayanikan.

B.  Pembahasan
Perkembangan Mazhab Tantrayana di Indonesia.
Mazhab Tantrayana berkembang dengan pesatnya di Indonesia, terutama pada masa-masa kerajaan Mataram kuno, Singasari dan Majapahit. Perkembangan yang demikian pesatnya seiring dan sejalan dengan mazhab-mazhab lainnya, bahkan dengan agama Hindu yang juga banyak dianutnya pada masa-masa tersebut. Adanya karya sastra sebagai salah satu bukti mengenai perkembangan agama Buddha Tantrayana yang terjadi pada zaman dahulu.

a.    Sang hyang Kamahayanikan
Sanghyang Kamahayanikan merupakan sebuah literatur agama Buddha yang sangat erat hubungannya dengan agama Buddha mazhab Tantrayana di Indonesia. Kitab Sanghyang Kamahayanikan ini seluruhnya berisi 129 ayat. Bagi sebagian besar umat Buddha. Isi dari kitab tersebut masih merupakan suatu kendala untuk dimengerti dan berada di luar kemampuan pikiran mereka.
b.   Inti Ajaran Sang Hyang Kamahayanikan
Sang hyang Kamahayanikan mengajarkan bagaimana seseorang mencapai ke Buddhaan, dimana seorang siswa pertama-tama melaksanakan paramita-paramita., kemudian dijelaskan paramughya dan mahaguhya. Mahaguhya adalah yoga, bhavana, empat aryasatyani dan paramita. Paramughya adalah perwujudan dari batara Wisesa yang disebut juga Paramasunya yang harus dialami oleh siwa untuk mencapa ke Buddhaan. Kitab Sang Hyang Kamahayanikan juga menjelaskan tentang falsafah advaya (non dualisme) yang mengatasi dualisme ‘ada’ dan tidak ada.

C.  Kesimpulan
Masa-masa keemasan mazhab Tantrayana terjadi terutama pada masa berkuasanya raja-raja dari wangsa Syailendra di kerajaan Mataram Purba. Hal itu terbukti dengan bangunan candi Borobudur dan candi-candi lainnya yang bernuansakan Buddha Dharma Tantrayana. Namun sangat disayangkan bahwa perkembangan Tantrayana mengalami masa surut setelah masa Raja Hayam Wuruk. Hal itu terjadi karena terputusnya garis silsilah dan tidak terdapat lagi acharya maupun guru yang mampu membimbing umat dengan baik, adanya karya sastra yang merupakan bagian dari perkembangan agama Buddha dan ajarannya. Karya Sastra Sang Hyang Kamahayanikan berisikan tentang mencapai kebuddhaan. Dengan mempelajari karya sastra, diharapkan dapat menemukan keberadaan atau kedudukan agama Buddha di Nusantara pada masanya sehingga memacu untuk mengembangkan agama Buddha.


Referensi :
·      Tim penyusun. 2003. Materi Kuliah Sejarah Perkembangan Agama Buddha. Jakarta: CV Dewi Kayana Abadi.
·      http://www.walubi.or.id/wacana/wacana_058.shtml (diakses pada tanggal 29 November 2011.

Karya Sastra Agama Buddha Tantrayana di Nusantara


A.  Pendahuluan
            Perkembangan sejarah yang terjadi di Nusantara tidak lepas dari adanya pujangga-pujangga. Hasil dari para pujangga adalah karya tulis, lebih dikenal dengan karya sastra. Dalam sejarah perkembangan agama Buddha terdapat pula karya sastra yang berisikan ajaran Buddhisme. Karya sastra tersebut salah satunya ialah sang hyang kamanahayanikan. Maka dari itu, penulis akan membahas mengenai kitab sang hyang kamahayanikan.

B.  Pembahasan
Perkembangan Mazhab Tantrayana di Indonesia.
Mazhab Tantrayana berkembang dengan pesatnya di Indonesia, terutama pada masa-masa kerajaan Mataram kuno, Singasari dan Majapahit. Perkembangan yang demikian pesatnya seiring dan sejalan dengan mazhab-mazhab lainnya, bahkan dengan agama Hindu yang juga banyak dianutnya pada masa-masa tersebut. Adanya karya sastra sebagai salah satu bukti mengenai perkembangan agama Buddha Tantrayana yang terjadi pada zaman dahulu.

a.    Sang hyang Kamahayanikan
Sanghyang Kamahayanikan merupakan sebuah literatur agama Buddha yang sangat erat hubungannya dengan agama Buddha mazhab Tantrayana di Indonesia. Kitab Sanghyang Kamahayanikan ini seluruhnya berisi 129 ayat. Bagi sebagian besar umat Buddha. Isi dari kitab tersebut masih merupakan suatu kendala untuk dimengerti dan berada di luar kemampuan pikiran mereka.
b.   Inti Ajaran Sang Hyang Kamahayanikan
Sang hyang Kamahayanikan mengajarkan bagaimana seseorang mencapai ke Buddhaan, dimana seorang siswa pertama-tama melaksanakan paramita-paramita., kemudian dijelaskan paramughya dan mahaguhya. Mahaguhya adalah yoga, bhavana, empat aryasatyani dan paramita. Paramughya adalah perwujudan dari batara Wisesa yang disebut juga Paramasunya yang harus dialami oleh siwa untuk mencapa ke Buddhaan. Kitab Sang Hyang Kamahayanikan juga menjelaskan tentang falsafah advaya (non dualisme) yang mengatasi dualisme ‘ada’ dan tidak ada.

C.  Kesimpulan
Masa-masa keemasan mazhab Tantrayana terjadi terutama pada masa berkuasanya raja-raja dari wangsa Syailendra di kerajaan Mataram Purba. Hal itu terbukti dengan bangunan candi Borobudur dan candi-candi lainnya yang bernuansakan Buddha Dharma Tantrayana. Namun sangat disayangkan bahwa perkembangan Tantrayana mengalami masa surut setelah masa Raja Hayam Wuruk. Hal itu terjadi karena terputusnya garis silsilah dan tidak terdapat lagi acharya maupun guru yang mampu membimbing umat dengan baik, adanya karya sastra yang merupakan bagian dari perkembangan agama Buddha dan ajarannya. Karya Sastra Sang Hyang Kamahayanikan berisikan tentang mencapai kebuddhaan. Dengan mempelajari karya sastra, diharapkan dapat menemukan keberadaan atau kedudukan agama Buddha di Nusantara pada masanya sehingga memacu untuk mengembangkan agama Buddha.


Referensi :
·      Tim penyusun. 2003. Materi Kuliah Sejarah Perkembangan Agama Buddha. Jakarta: CV Dewi Kayana Abadi.
·      http://www.walubi.or.id/wacana/wacana_058.shtml (diakses pada tanggal 29 November 2011.

Postingan populer dari blog ini

KLONING MENURUT PANDANGAN AGAMA BUDDHA

TEORI KAUSALITAS BUDDHIS

PERAN UTU NIYAMA DALAM TERJADINYA BENCANA ALAM